HP: 081319140143 | Email: sekretariat@rw13ra.com

Cerita tentang ananda Purnamasari


Pada suatu hari ..lebih dari 2 tahun lalu.

Saya berbincang dengan Mang Ajid (MA), beliau adalah tukang bangunan yang sering saya panggil untuk urusan perbaikan bangunan, sejak tahun 2006. Kehidupan MA sangat bersahaja, saya pernah beberapa kali ke rumahnya yang berjarak 5 jam berkendaraan dari kediaman saya.

MA sudah dikenal dilingkungan perumahan saya.

Saat itu untuk keperluan perbaikan rumah salah seorang sahabat saya, MA datang.

Dalam percakapan dengan saya MA menyampaian soal anaknya (Purnamasari) yang mengalami musibah.

Ananda P baru lulus SMP swasta  di daerahnya. Saat teman-temannya antusias mencari sekolah SLA, ananda P tidak dapat berbuat banyak karena belum menerima SKAUN sebagaimana teman- temannya.

Ananda P tidak dapat melanjutkan sekolah.

Beberapa bulan kemudian P menerima Ijazah. Karena tidak bersekolah lagi, maka P mencoba melamar pekerjaan di suatu pabrik, namun ditolak karena ijazahnya palsu.

Sehingga P kesehariannya tinggal di rumah.

MA menceritakan bahwa anaknya sangat sedih, sekeluarga juga bersedih. P selalu bersedih bila melihat teman teman satu sekolahnya dulu setiap hari beriringan ke sekolah. Kesedihan P berlanjut berhari- hari. Untuk mengurangi rasa sedih anaknya, MA membawa anaknya ikut bekerja dibangunan di kota. Tapi itupun tidak dapat bertahan lama selesai pembangunan mereka kembali ke kampungnya.

Hari-hari keluarga yang bersedih berlangsung lama…setelah 6 bulan sejak kelulusan, ananda P mendapat ijazah tanpa SKAUN, sepertinya P menjadi terhibur. Kemudian digunakanya untuk melamar kerja di pabrik tsb, dan….palsu!!

MA berkisah dengan nada putus asa.

Mendengar cerita ini, entah kenapa perasaan saya diaduk aduk. Antara kasihan, prihatin dan marah.

Bukankah pendidikan diproyeksikan untuk mengangkat  status dan kesejahteraan, mengubah tingkat penghidupan? Alih-alih  malah membanting dan menginjaknya. Betapa nelangsanya anak tersebut, sampai berapa tahun kedepan? Akan jadi apa dia?

Lalu…saya katakan kepada MA, agar segera pulang dan urus semua sampai tingkat Disdik kabupaten. Bila mereka tidak dapat menyelesaikan maka saya minta MA kembali ke Depok menemuai saya, saya akan urus sampai ke kementrian terkait atau DPR.   Ini bukan modal nekat, bagi saya.. pasti setiap orang yang berfkir waras dan sadar hukum sangat memungkinkan menempuh jalan ini.

MA menyetujui dan pulang hari itu juga walau baru bekerja beberapa hari.

Saya bekali dengan sedikit uang dan alamat Disdik kabupaten serta nama-nama pejabat yang harus ditemui, saya pesankan untuk merahasiakan apa-apa yang akan ditempuh kecuali kepada keluarga terdekat dan orang/tokoh yang dipercaya saja. Kemudian MA pulang.

Setelah satu mingu saya telpon dan sms, tidak ada jawaban. Kemudian selama beberapa hari berikutnya saya terus hubungi..selalu gagal. Selama beberapa bulan saya coba hubungi dan tetap gagal. Rupanya itu area blank spot…kenalannya juga saya hubungi…hanya satu orang yang berhasil..dan itupun tidak tahu kabarnya…anak lelakinya yang telah bekerja juga tidak dapat dihubungi… kenalannya dikomplek ini juga tidak ada yang tahu..malah balik bertanya kepada saya.

Saya jadi khawatir ….namun untuk kesana saya tidak cukup energi..saya merasa bersalah…

Berjalannya waktu..dan kegiatan pribadi… terlupakan…jika teringat..rasa bersalah muncul lagi…saya berserah diri  kepada Allah SWT.

 

Tiba- tiba hari ini…setelah lebih dari 2 tahun..

..dan  ini inti ceritanya..luar biasa..

Jam 09 saya mendapati MA sedang tertidur dikamar kantor saya yang berada di komplek ini juga. Dia datang jam 05:30.

Saya kaget luar biasa, dan memori saya segera kembali. Semua tergambar kembali masalah yang lalu itu.

Karena ini pegalaman yang menyentuh hati , maka berjam-jam saya eksplore ceritanya langsung dari MA..kadang MA sampai berlinang dalam menceritakannya..begini:

Rupanya…setelah sampai ke kampungnya dan setelah beristirahat dn konsolidasi dengan keluarganya, MA mulai menempuh langkah- langkahnya.

Pertama, MA menemui Kepala Desa untuk memberitahu bahwa dia akan menempuh jalur yang saya sarankan. Kepala desa meminta MA untuk bersabar, dia akan mengusahakan dulu, dia minta waktu. Setelah empat hari kepala desa menemui MA dan mengatakan bahwa memang ini tidak bisa diurusnya. Kepala desa sudah menemui kepala sekolah dan ketua yayasan. Kepala desa meyerahkan keputusan kepada MA sambil meyakinkan bahwa dia akan mendukung langkah yang akan ditempuh, serta meminta MA untuk bertemu ketua yayasan untuk meyakinkan.

Kemudian MA menemui ketua yayasan, dan benar apa yang dikatakan kepala desa…kemudian MA mengatakan kepada ketua yayasan bahwa ia akan menempuh upaya ini ke “atas”, dan apa ekspresi ketua yayasan tidak dapat saya bayangkan. Menurut MA, ketua yayasan tidak berkata apa-apa, sepertinya pasrah.

Hari itu juga MA berangkat ke kota, ke Disdik kabupaten sebagaimana saya sarankan. Namun alamat yang saya berikan rupanya sudah pindah. MA menuju alamat baru, dan bertemu dengan petugas disana. MA tidak berbicara banyak hanya menjelaskan duduk masalah dan memberikan dokumen yang ada padanya, sambil mengatakan mohon diselesaikan jika tidak maka MA akan membawa ke “atas”, saya punya deking kata MA. Petugas menelpon yayasan dan juga mencatat nomor HP saya dari MA (namun sampai saat ini tidak ada telpon dan sms darinya). Saya juga tidak dapat menggambarkan ekspresi para pejabat yang kemudian mengetahui berita ini. Nama- nama pejabat yang saya tuliskan juga sudah berganti menurut MA.

Selesai proses di Disdik MA pulang. Persis sampai rumah pihak yayasan datang menemui dan bertanya apa benar MA telah melapor ke disdik, “ya” jawab MA “bapak mau apa” lanjut MA, namun pihak yayasan tidak berpanjang panjang.

Setelah dua minggu mulailah proses di kabupaten tampak berjalan kencang.

Pemanggilan- pemanggilan kepada MA, para guru, yayasan belangsung berkali kali. MA setiap hari senin diundang selama hampir 3  bulan. Karena ketiadaan biaya dan mungkin proses dipandang penting maka MA selalu dijemput/antar oleh petugas. Di kantor kabupaten MA tidak banyak ditanya, hanya tanda tangan kehadiran saja.

Selama proses berlangsung, setiap harinya sekolah dan para guru SMP dikawal oleh petugas kepolisian, selama 3 bulan. Demikian pula MA, disekitar rumahnya hampir setiap hari ada orang asing datang. Mereka  tidak berseragam,tidak jelas siapanya karena MA juga tidak tahu. Namun dari plat nomornya (merah) mungkin dari pemda. “Pengawalan” kepada MA ini berlangsung selama satu bulan.

Situasinya  membuat takut menurut MA, bagaimana yang dirasakan para guru?, kepala sekolah?, yayasan?? Saya tidak dapat menggambarkan.

Selama satu bulan itu MA sering dikunjungi para guru SD. Pada umumnya menanyakan ada masalah apa.

Saat- saat proses berlangsung, pejabat pemda menanyakan kepada MA apakah MA akan membawa ini ke pengadilan…menurut pejabat tsb pihak –pihak  yang terkait akan mendapat hukuman berat, dipenjara, katanya bisa 15 tahun, benarkah??

Namun dengan kesederhanaan yang dimiliki MA (saya kira begitu), MA tidak akan mempermasalahkan jika anaknya bisa melanjutkan sekolah.

Setelah 3 bulan berlangsung, petugas dari kabupaten datang kerumah MA, 3 orang, sambil membawa ijazah asli untuk ananda P. Kemudian mereka bertanya ingin sekolah dimana?….saat itu MA dan ananda P belum bisa menjawab.

Menurut MA ananda P ini punya keinginan yang luar biasa untuk sekolah lagi, itu yang membuat MA berani berjuang menempuh kesulitan.

Beberapa hari kemudian petugas datang lagi, khususnya menanyakan ingin sekolah dimana…hasil rundingan anak-bapak, MA mengatakan keinginan anaknya masuk SMU negeri.

Selang beberapa lama..menjelang tahun ajaran baru..datang surat panggilan belajar kepada ananda P…dari SMUN dikecamatannya. Menurut MA, ananda P begitu gembira…saya  kurang begitu dapat merasakan kegembiraan macam apa yang dialami keluarga ini, khususnya ananda P…apakah bapak/ibu pembaca bisa?..atau anak-anaku dapat membayangkan? ..

 

Yang saya tahu dari MA, untuk masuk ke SMUN disana sulit. Untuk ananda P, hanya perlu menyebutkan keinginan, tanpa harus susah- susah datang mendaftar dengan sebelumnya menyiapkan dokumen-domuken yang diperlukan. Ananda P dan ayahnya MA, cukup menunggu dirumah, semua seperti terjadi dengan sendirinya. Ananda P masuk SMUN, walau terlambat satu tahun.  …Ananda P berangkat dan pulang dijemput pamannya pakai motor, karena kalau ngojek 20 ribu sekali jalan…tidak ada angkutan umum di sana.

Dua minggu setelah masuk sekolah, MA diundang ke sekolah. MA diminta menandatangani formulir. Tidak banyak bicara karena tidak ditanya atau diminta apapun…cukup ttd.

Akhir bulan pertama pak RT datang membawa bantuan yang cukup untuk bbm selama satu bulan. Beliau datang setiap bulan selama 3 bulan. Jika ditanya dari siapa bantuan ini, dia tidak menjawab, sudah pakai saja katanya.

Apakah kisah ini berakhir disini…rupanya belum

Tiba masanya bayaran sekolah…surat datang dari sekolah kepada MA.

Karena ketiadaan biaya maka MA tidak dapat memenuhi kewajibannya.

Perlu diketahui sejak mengurus proses ini, MA praktis tidak bekerja. Hanya diam dirumah dengan rasa was-was. untuk keseharian saja kadang ada kadang tidak. Badan saya sampai kurus kata MA. Padahal kesehariannya juga kurus dan kecil, bagaimana kalau kata dia menjadi kurus!!!

Pada bulan ke-4, mungkin karena tidak kunjung membayar uang bulanan sekolah menurut perkiraan MA, datang bantuan dari pemda melalui kepala desa. Bantuan tidak dapat diambil sekaligus namun nyicil tiap bulan. Bantuan itu diluar BOS. Dan mengikuti saran pejabat dari pemda sebaiknya bantuan dibelikan sepeda motor untuk ananda P.  Setengah bantuan ditambah dengan uang sendiri dibelikan sebuah motor bekas. Setengah bantuan digunakan untuk membeli BBM.

Praktis MA tidak pernah mengeluarkan biaya untuk sekolah ananda P mulai bulan ke dua, sampai saat ini, kecuali uang jajan saja.

Sekarang ananda P sudah di kelas 2 SMUN. Ananda P pun sudah dapat mengendarai motor setelah belajar cukup lama karena bersepedapun belum bisa. Ke sekolah membawa motor sendiri. Ananda P sekarang sudah ceria kembali…dan tahukah?..sejak di kelas satu ananda P selalu mendapat ranking 2 dikelasnya, sampai kemaren!!..dan.. MA sudah dua bulan ini dapat keluar kembali dari kampungnya untuk mengais rizki seperti biasanya.

Demikian sebagian kisah dari MA langsung kepada saya, sambil sesekali menyeka matanya yang berair.

 

Hikmah-1

  1. Keinginan kuat untuk melanjutkan sekolah adalah modal awal yang besar nilainya.
  2. Melalui Motivator, kegigihan MA untuk membela kepentingan putrinya dapat tumbuh sedemikian rupa, dari ketiadaan kemampuan dan keberanian serta pengetahuan menjadi keberhasilan.
  3. Dukungan moril kepada MA dari para pihak sangat efektif menumbuhkan tekad MA.
  4. Semangat gotong royong ikut memegang peran.

 

Happy Ending  kah?…masih kurang ….

 

Adalagi…

Karena ketulusan dan kepolosan MA, yang tidak ingin memperpanjang kasus ini apalagi berakibat dipenjarakannya pihak- pihak yang bersalah, menyebabkan rasa hutang budi dari para pihak tersebut. Padahal banyak warga (juga dari desa lain) menyarankn kepada MA untuk lanjut, apalagi kalau MA ingin jadi kaya dapat memanfaatkan situasi ini. Biar kapok kata mereka, karena tahun sebelumnya juga ada beberapa kasus serupa dan kemudian ditelan bumi karena tidak diurus. Namun tidak untuk seorang MA. Dia tidak mau membalas dendam.

Ketua yayasan, kepala sekolah dan para guru smp, telah beberapa- kali datang kepada MA untuk mengucapkan maaf dan terima kasih serta menanyakan kabar ananda P. Kehidupan masyarakat dan khususnya sekolah SMP bersangkutan telah berjalan kembali, bahkan lebih tertib, mereka berbenah nampaknya. Hubungan kekeluargaan pulih. Ketakutan dan curiga hilang.  Tegur sapa kembali alamiah. Posisi MA nampaknya dihormati saat ini dari seorang petani kecil dan buruh bangunan harian yang tidak terdengar, menjadi pembicaraan ramai yang baik (ini dugaan saya jika merasakan suasana bathin diskusi dengan MA).

 

Hikmah-2.

  1. Ketulusan perjuangan seorang MA mungkin jarang ditemui saat ini dilingkungan kita. Tapi lihat dampaknya…bukankah sangat baik dari sekedar punya mobil umpamanya.
  2. .ini yang juga penting, bahwa kesalahan dilapangan telah ditanggung renteng oleh pemda seluruhnya, walaupun menelan energi dan biaya yang tinggi. Ini bentuk tanggung jawab jajaran pemda dibawah bupati yang baru terpilih saat itu.
  3. Apakah ini sesuai dengan Desa Layak Anak atau Kabupaten Layak Anak?…tidak..tidak sesuai jika belum terjadi. Yang benar adalah: jangan ada kasus serupa lagi. Namun bila tetap terjadi maka Pokja Ramah Anak yang sudah terbentuk perlu melakukan langkah sebagaimana yang dilakukan MA dan para pihak tersebut. ..Anakmu adalah Anakku.

 

Pesan

  1. Jika ada para pihak yang telah memanfaatkan situasi ini dan menyebabkan orang lain yang bersalah atau tidak bersalah mengalami penggantian diluar keharusannya maka segeralah meminta maaf dan bertoubat kepada Tuhannya. Lihatlah apa yang telah dilakukan orang sederhana seperti MA itu…Insya Allah tidak terjadi di kasus ini. Aamiin YRA.
  2. Pesan yang telah saya sampaikan kepada MA, adalah bahwa MA harus mendukung penuh keinginan ananda P bila dia ingin melanjutkan ke pendidikan tinggi. Saya jelaskan bahwa ananda P adalah anak mahal karena untuk sampai pada kondisi saat ini telah menghabiskan banyak energi para pihak yang mendukung maupun yang telah menyadari kesalahannya. Keberhasilan ananda P nantinya akan sangat membanggakan dan menjadi catatan manis bagi para pihak tersebut. Soal biaya nanti Allah SWT akan mengaturnya, insya Allah.
  3. Saya sarankan kepada MA untuk menyampaikan pesan kepada ananda P bahwa yang paling penting belajar serius. Jurusan apapun yang akan didapatkan nanti, adalah baik bila sungguh sungguh. Dan P harus lebih mendekat kepada para gurunya untuk mendapat nasehat tentang jurusan yang pas bagi dirinya. Saya berfikir anak seperti ini mestinya layak mendapat kursi di perguruan tinggi negeri terkenal secara gratis pula.

 

Rekomendasi

  1. Bila ada kasus serupa hendaknya masyarakat tidak perlu diam. Ajukan sampai ke tingkat Disdik Daerah..apabila buntu jangan segan lanjut ke Kementerian. Dengan pertimbangan:
    1. Saat ini sedang gencar promosi Kota/ Kabupaten Layak Anak (KLA), yang sudah dirintis mulai 2009 di Kementrian PPPA. Kasus putus sekolah seperti ini menjadi lebih prioritas lagi.
    2. Wajib belajar (Wajar) 12 tahun bukan lagi wacana namun sudah program sejak tahun 2014 (Perpres no 7/2014, PIP, Nawacita), bahkan rintisannya sudah dimulai tahun 2011-2012.
  2. Karena kasus seperti ini akibat kebiasaan lama, maka proses penyelesainnya harus bijak. Rasa dendam tidak perlu diumbar karena kontraproduktif, namun yang menyangkut aspek hukum yang wajib ditempuh tetap harus diselesaikan.

 

Catatan:

Tahun 2017 yang lalu telah ditangkap sindikat pembuat ijazah palsu (sarjana) dan surat- surat penting di wilayah itu.

 

Hari ini 02 April 2018

MA bercerita kembali bahwa ananda P sangat kuat keinginannya untuk kuliah…

MA harus mendukungnya, bila ada hambatan khususnya tentang keuangan MA harus melaporkan kondisinya kepada pejabat Disdik setempat sebelum menyerah. Karena bagaimanapun sudah cukup besar energi dikeluarkan oleh para pejabat Pemda dalam kasus ini. Bisa jadi mereka akan menyesalkan jika tidak diberitahu kondisi itu.

 

Penulis

Sawang Lazuardi